Judul : Belajar dari Negeri Tokusatsu: Local Identity, Golden Ticket Masuk Arena Bisnis
link : Belajar dari Negeri Tokusatsu: Local Identity, Golden Ticket Masuk Arena Bisnis
Belajar dari Negeri Tokusatsu: Local Identity, Golden Ticket Masuk Arena Bisnis
Suka atau tidak, saat ini kita masih dijajah Jepang! "Penjajahan" kali ini bukan serangan fisik atau perebutan area dan penguasaan resource. Penjajahan kali adalah penjajahan moral dengan medan pertempuran yang melibatkan hati dan pikiran anak (muda). Bayangkan saja saat ini sebagian besar generasi muda kita lebih mencintai dan mengenal cerita dan tokoh kejeJepangan daripada cerita lokal sendiri. Mereka lebih bangga menggunakan atribut sono daripada atribut sendiri. Anda ingat? Sejak 80an kita mengenal film kartun (anime) Voltus V, Go Shogun, Ultraman, Doraemon, Kamen Rider, dan sebagainya. Saat itulah, "penjajahan" kedua mulai dilakukan.
Tak bisa dipungkiri, anime, manga (komik) yang berisi karakter-karakter made in Japan menarik untuk disimak. Ada Dragon Ball, Naruto, Bleach, One Piece, Gundam, hingga sederet nama jagoan berkostum (Tokusatsu) yang lekat dengan hati anak muda. Tanpa sadar, kita mulai mengenal istilah dorayaki, ramen, samurai, shogun, ninja, bahkan mulai mampu berbahasa Jepang karena kebiasaan menonton anime. Jepang adalah salah satu negara yang sukses membawa produk industri kreatifnya goes international sejak tahun 50an. Industri tersebut telah menjadi penopang ekonomi Jepang secara luar biasa. Bagaimana mereka melakukannya?
Mempelajari karakteristik beberapa Intellectual Property (IP) menghantarkan saya pada satu kesimpulan, terdapat kesamaan pola pengembangan produk antar IP. Mereka percaya diri menjual muatan lokal (local content). Coba perhatikan beberapa gambar berikut:
IP Kamen Rider Gaim
IP Gundam & Kostum Samurai Shogun
IP One Piece & Bleach
Pola apa yang dapat Anda simpulkan? Selalu ada unsur budaya Jepang disana!
Mereka begitu yakin bahwa unsur budaya inilah yang membuat mereka eksis dan berasa unik. Mereka mampu mengkombinasikan budaya tradisional dengan budaya pop secara tepat melalui disain alur cerita yang baik dan benar. Saya mencoba mendekonstruksi 3 poin kunci dari aturan pengembangan IP Jepang yang dapat kita pertimbangkan:
Mereka begitu yakin bahwa unsur budaya inilah yang membuat mereka eksis dan berasa unik. Mereka mampu mengkombinasikan budaya tradisional dengan budaya pop secara tepat melalui disain alur cerita yang baik dan benar. Saya mencoba mendekonstruksi 3 poin kunci dari aturan pengembangan IP Jepang yang dapat kita pertimbangkan:
1. Jadilah diri sendiri
Local content adalah keunikan yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Tidak perlu menjadi Amerika, Eropa, Jepang, atau Korea untuk dapat bersaing. Kita pasti kalah jika menjadi seperti mereka karena mereka jauh lebih ahli. Jadilah diri Anda sendiri. Apapun produk Anda, apapun brand yang sedang Anda kembangkan (entah itu personal brand), menemukan keunikan diri/ muatan lokal adalah hukum pertama keunggulan besaing. Keunikan potensial menjadi kekuatan. Hanya dengan jatidiri yang jelas, daya saing akan muncul dengan sendirinya.
2. Bagaimana membuat jadi menarik
Tantangan selanjutnya adalah bagaimana membuat keunikan tersebut menjadi menarik dan layak dinikmati pasar masa kini. Jepang melakukannya melalui strategi sintesis dan sinerji. Mereka selalu meramu dan mengkombinasikan secara apik antara budaya tradisional dan pop. Local content sebagai simbol keunggulan bersaing dan jatidiri, sedangkan budaya pop dan teknologi sebagai "media" untuk memasuki kekinian pasar. Seringkali kita perlu sedikit memutar jalan sebelum sampai ke tujuan. Industri kreatif Jepang tidak menjual budaya tradisional secara vulgar. Mereka tidak terang-terangan menampilkan opera klasik untuk konsumsi pasa sekarang. Mereka menggunakan strategi softselling. Mereka sedikit men-twist budaya lokal menjadi seolah-olah budaya pop modern.
3. Jual pada pasar yang tepat dengan cara yang tepat
Hal terakhir yang perlu dipertimbangkan adalah bagaimana cara jual yang tepat? Tentunya kita wajib memahami persona segmen kita. Saya menulis dalam artikel lain tentang Ultraman (baca selengkapnya) . Saya menceritakan analisis saya atas alasan Tsuburaya tetap mempertahankan teknik live action yang antik dan cerita sederhana yang diulang-ulang. Semua ini dipertahankan karena segmentasi. Audien Ultraman adalah anak-anak yang sederhana dan menyukai pengulangan. Selain mengenal persona, poin penting dari menjual adalah gunakan channel dan media yang tepat. Sebagian besar bisnis IP Jepang menggunakan strategi transmedia storytelling. Strategi yang akhirnya juga "diadopsi" perusahaan hebat seperti Apple dan Walt Disney.
Sukses industri konten kreatif Jepang telah mengajarkan kita semua pentingnya local identity, satu keunikan yang menjadi golden ticket memasuki industri, arena bisnis kelas nasional maupun internasional. Konsep ini tidak hanya efektif untuk bisnis IP. Semua jenis bisnis perlu membangun diferensiasi. Menariknya, Tuhan telah menciptakan masing-masing kita dengan keunikan. Keunikan yang jelas bertujuan. Temukan, kemas, dan jual keunikan bisnis Anda dan semoga sukses!
Demikianlah Artikel Belajar dari Negeri Tokusatsu: Local Identity, Golden Ticket Masuk Arena Bisnis
Sekianlah artikel
Belajar dari Negeri Tokusatsu: Local Identity, Golden Ticket Masuk Arena Bisnis
kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Belajar dari Negeri Tokusatsu: Local Identity, Golden Ticket Masuk Arena Bisnis dengan alamat link http://1001serbaneka.blogspot.com/2014/06/belajar-dari-negeri-tokusatsu-local.html