Judul : Mempertanyakan Compatibility Lean Startup untuk Nonstartup Company
link : Mempertanyakan Compatibility Lean Startup untuk Nonstartup Company
Mempertanyakan Compatibility Lean Startup untuk Nonstartup Company
Konsep Lean Startup makin menjadi andalan startuper masa kini. Secara inovatif Eric Ries mendapatkan ilham implikasi konsep tersebut dari pengalaman pribadinya memulai bisnis (IMVU), begitu pula dengan contoh-contoh kasus perusahaan startup dan asumsi dasar yang diangkat di dalam buku tersebut. Asumsi dasar startup di sini adalah perusahaan yang baru didirikan, dengan keterbatasan modal, tidak terkenal, keterbatasan tim, dan masa depannya belum nampak jelas. Biasanya mereka bermodal produk inovatif dengan idealisme yang tinggi.
Lean Startup dan NonStartuper?
Menariknya, tren Lean Startup mulai merambah ke tingkat perusahaan mapan. Mereka yang sedang getol dengan proyek inovasinya mulai berharap pada Lean Startup. Satu pertanyaan yang perlu kita refleksikan, jika Lean Startup dibangun dari asumsi dasar peneiltian dengan obyek perusahaan startup, lalu bagaimana relevansinya dengan perusahaan mapan, apalagi yang sudah memiliki brand terkenal dengan modal yang sangat kuat? Seringkali mereka membangun pembenaran dengan menyamakan istilah startup dengan ide produk atau inovasi produk baru yang sedang dikembangkan (di dalam unit bisnis baru). Mungkin saja Lean Startup menjadi relevan ketika perusahaan tersebut “menendang” beberapa tim karyawan keluar bangunan, tanpa memberinya gaji, dukungan nama, kemudian menuntutnya untuk berinovasi. Lean Startup mungkin bekerja efektif untuk perusahaan startup, namun apakah dapat begitu saja digeneralisasi pada perusahaan besar?
Lean Startup Bukan “Science”
Salah satu kritik terhadap Lean Startup adalah bahwa konsep ini bukanlah science seperti yang disebutkan Ries. Ada benarnya, jika kita memandang science sebagai hasil falsifikasi yang dapat digeneralisasi. Lean Startup bukan bentuk dari hasil riset positivism atau kuantitatif. Lean Startup adalah hasil riset kualitatif yang memang bukan menghasilkan generalisasi, namun lebih tepatnya menghasilkan konsep yang memiliki sifat transferabilitas, atau perlu penyesuasikan lebih lanjut ketika ingin diimplementasikan pada perusahaan yang memiliki perbedaan sifat dasar dengan perusahaan startup. Pemahaman ini sama dengan cara pandang kita terhadap konsep populer seperti Balanced Scorecard atau Blue Ocean Strategy.
Secara filosofi, Lean sangat relevan dengan perusahaan apapun, namun untuk perusahaan nonstartup, mungkin lebih tepat dikembangkan menjadi Lean Corporate atau Lasting Lean untuk memastikan Lean tidak hanya pada tahapan startup, namun juga menjaga longlasting proses inovasi tersebut. Pemahaman ini dapat bermanfaat dengan baik ketika pebisnis tidak terjebak pada (istilah) teknis Ries seperti validasi, get out of the building, penciptaan MVP, iterasi, pivoting, dan sebagainya. Namun lebih menekankan pada pemaknaan terhadap filosofi Lean itu sendiri.
Lean Startup Penyebab System Crashes?
Lalu, bagaimana jika sebuah perusahaan nonstartup memaksakan diri menerapkan Lean Startup? Saya mencoba melakukan analisis strategis dan menemukan 3 risiko besar yang harus ditanggung ketika perusahaan nonstartup memaksakan implementasi Lean Startup.
1. Masalah penyelarasan dengan value chain
1. Masalah penyelarasan dengan value chain
Umumnya perusahaan mapan telah memiliki workflow dalam skema value chain activities yang telah berjalan. Demikian pula dengan Lean Startup yang memiliki perspektifnya sendiri. Model bisnis Lean dikembangkan dalam Lean Canvas yang sebenarnya hasil modifikasi Business Model Canvas. Lean Canvas hanya pemetaan dari elemen bisnis dan tidak cukup mencerminkan alur bisnis sebenarnya. Tanpa pemahaman alur bisnis utama dari para inovator, penerapan Lean Startup akan berisiko crash terhadap model bisnis korporat atau minimal akan muncul kerajaan-kerajaan kecil di dalam kerajaan besar.
2. Masalah penyelarasan dengan performance engine
Lean Startup sebenarnya telah mengajarkan pentingnya innovation accounting. Namun dalam implementasinya, pengguna lebih banyak terjebak pada proses validasi dan penciptaan produk ketimbang proses akuntansi. Demikian pula di dalam pelatihan-pelatihan Lean Startup yang lebih banyak diasyikkan dengan aktivitas get out of the building. Inovasi akuntansi Ries memang sangat konseptual dan ia tidak menejelaskan teknis pelaksanaannya. Tanpa memikirkan secara holistik, penerapan Lean Startup yang berkutat pada validasi akan mengaburkan peran sistem pengukuran, sementara itu kita tidak pernah bisa mengelola apa yang tidak bisa kita ukur.
3. Masalah penyelarasan dengan management control systems
Secara dasar, inovasi terbagi atas 2 jenis, inovasi produk dan proses. Kedua jenis tersebut dapat dikategorikan lagi menjadi inovasi repetitif atau inovasi kustom. Bagi perusahaan startup, seringkali founder dan tim kecil bekerja serabutan sebagai inovator segalanya dan seringkali efektif. Berbeda dengan perusahaan besar yang sudah memiliki SOP dan job desc yang rutin dan jelas, beserta sistem insentifnya. Akan menjadi masalah besar jika perusahaan tidak merekayasa kembali sistem pengendalian manajemennya dengan baik karena justru akan memicu kebingungan kerja dari para inovator dan tim-nya.
Sekali lagi, diperlukan kontekstualisasi dan perekayasaaan ulang dari Lean Startup jika ingin diterapkan di dalam manajemen bisnis perusahaan mapan dan besar.
Semoga bermanfaat!
Demikianlah Artikel Mempertanyakan Compatibility Lean Startup untuk Nonstartup Company
Sekianlah artikel
Mempertanyakan Compatibility Lean Startup untuk Nonstartup Company
kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Mempertanyakan Compatibility Lean Startup untuk Nonstartup Company dengan alamat link http://1001serbaneka.blogspot.com/2014/03/mempertanyakan-compatibility-lean.html